rhinitis

 rhinitis

Pendahuluan
Penyakit di sistem respirasi merupakan penyakit yang sering terjadi, baik pada anak maupun dewasa, dan sering dijumpai pada praktek dokter sehari-hari. Penyakit ini dapat disebabkan oleh infeksi (misalnya nasofaringitis, tonsilitis, faringitis, bronkiolitis dan pneumonia) maupun non infeksi (misalnya rhinits alergi, asma, aspirasi benda asing, kelainan kongenital sistem respirasi). Gejala tersering yang dikeluhkan adalah batuk dan pilek.

Saat ini telah tersedia berbagai obat untuk penyakit respirasi, baik antibiotika untuk mengobati penyakit yang disebabkan bakteri maupun obat-obat untuk mengurangi gejala. Di samping obat-obat konvensional tersebut, pengobatan komplementer dan alternatif (PKA) juga banyak digunakan di seluruh dunia. PKA didefinisikan sebagai "sekelompok sistem, terapi, dan produk perawatan medis dan kesehatan yang beragam yang sering kali tidak terintegrasi dengan obat-obatan konvensional".PKA secara bebas digunakan sebagai alternatif atau kombinasi dengan pengobatan tradisional, dan sering digunakan pada pasien dengan penyakit kronis.1,2

Dalam memilih obat yang akan diberikan ke pasien, dokter harus mempertimbangkan banyak hal, antara lain tingkat keparahan penyakit, kemungkinan penyebab penyakit, ketersediaan dan harga obat, dan efek samping obat. Hal penting yang sering diabaikan adalah preferensi atau pilihan pasien. Proses pengambilan keputusan pengobatan seharusnya merupakan keputusan bersama antara pasien dan penyedia layanan, termasuk dalam memutuskan pemberian obat konvensional atau alternatif.3 Artikel ini akan membahas peran tata lakasana konvensional dan alternatif, khususnya pada rhinitis alergi dan batuk.

Rhinitis alergi
Rhinitis adalah peradangan pada mukosa hidung dan terjadi pada sekitar 40% populasi. Rhinitis alergi merupakan rhinitis kronis yang sering terjadi yang prevalensinya semakin meningkat.4 Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi rhinitis alergi di Indonesia diperkirakan berkisar antara 10 - 20% dan secara konstan meningkat. Usia rata-rata onset rhinitis alergi adalah 8 - 11 tahun dan 80% rhinitis alergi berkembang di usia 20 tahun. Biasanya rhinitis alergi timbul pada usia muda (remaja dan dewasa muda).5   Rhinitis alergi tidak mengancam jiwa, tetapi rhinitis alergi yang berat berakibat penurunan kualitas hidup, kualitas tidur, dan performa kerja yang signifikan.4

Gejala rhinitis alergi muncul jika seseorang terpapar allergen, antara lain tinja tungau debu, residu kecoa, bulu binatang, jamur, dan serbuk sari. Jika allergen terhirup, sejumlah sel inflamasi, termasuk sel mast, sel T CD4-positif, sel B, makrofag, dan eosinophil masuk ke lapisan hidung.4 Pada individu yang alergi, sel T didominasi oleh T helper 2 (Th2) dan akan melepaskan sitokin (misalnya, interleukin [IL]-3, IL-4, IL-5, dan IL-13) yang meningkatkan produksi imunoglobulin E (IgE) oleh sel plasma. Ikatan silang IgE yang terikat pada sel mast oleh allergen akan memicu pelepasan mediator, seperti histamin dan leukotrien, yang menyebabkan pelebaran arteriol, peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sekresi mukus, dan kontraksi otot polos. Mediator dan sitokin yang dilepaskan selama fase awal respons imun terhadap alergen menyebabkan respons inflamasi \plebih lanjut selama 4-8 jam berikutnya (respons inflamasi fase akhir) yang menghasilkan gejala berulang (biasanya hidung tersumbat) yang sering kali menetap. 4

Gejala klinis rhinits alergi berupa pilek dan hidung tersumbat. Gejala ini berulang dan muncul pada saat-saat tertentu, misalnya pada pagi hari (duhu dingin) atau pada saat terkenan paparan debu. Rhinitis alergi diklasifikasikan menurut durasi gejala (intermiten atau persisten) dan tingkat keparahannya (ringan, sedang, atau berat).4 The Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA) mengklasifikasikan rhinitis alergi manjadi dua, yaitu "intermiten" (jika gejala berlangsung kurang dari 4 hari per minggu atau kurang dari 4 minggu berturut-turut) dan "persisten" (jika gejala berlangsung lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu berturut-turut). 4

Tata laksana konvensional rhinitis alergi

Tata laksana konvensional pada rhinitis alergika terdiri atas tata laksana non medikamentosa dan medikamentosa. Tata laksana non medikamentosa yang merupakan tata laksana awal dan penting pada rhinitis alergi adalah penghindaran allergen atau faktor pencetus lainnya.3 Jika gejala tetap ada meskipun telah dilakukan penghindaran, perlu diberikan tata laksana medikamentosa, yaitu antihistamin oral generasi terbaru, yang merupakan obat lini pertama.3 Kortikosteroid intranasal  juga direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama, dan menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan anti histamin oral.3 Menurut ARIA 2019, kortikosteroid intranasal lebih direkomendasikan dibandingkan antihistamin H1 intranasal pada pasien dewasa, dengan tingkat bukti ilmiah yang tinggi. Pilihan obat lain dengan bukti ilmiah sedang hingga tinggi adalah antagonis reseptor oral untuk alergi musiman, glukokortikoid intranasal pada anak-anak, kromon intranasal dan ipratropium, dan antihistamin H1 oral.6

Kortikosteroid intranasal dianggap sebagai lini pertama untuk gejala hidung dan mata dan lebih disukai daripada antihistamin H1 oral dan antagonis reseptor serta antihistamin H1 intranasal.6 Fluticasone furoate adalah glukokortikoid intranasal dengan afinitas reseptor yang ditingkatkan, aktivitas antiinflamasi yang kuat dan lama, serta ketersediaan bioavailabilitas sistemik yang rendah dibandingkan dengan glukokortikoid lain yang saat ini digunakan. 7  Obat ini merupakan salah satu kortikosteroid intranasal yang paling umum digunakan untuk pengobatan alergi.7 Meskipun kortikosteroid intranasal merupakan lini pertama pengobatan, pada suatu penelitian dilaporkan hanya sekitar 60% subjek yang mengalami perbaikan gejala yang sempurna. Selain itu, efek kortikosteroid intranasal memerlukan waktu beberapa hari untuk mencapai efek maksimal (efeknya dimulai setelah 12 jam), yang menunjukkan perlunya modalitas pengobatan yang lebih baik.

Hidung tersumbat merupakan gejala yang paling sering dilaporkan dan sangat mengganggu kualitas hidup dan produktivitas pasien dengan rhinitis alergi, oleh karena itu perlu obat tambahan untuk penanganan hidung tersumbat sedang hingga berat. Sesuai dengan rekomendasi dari pedoman ARIA, dekongestan intranasal digunakan dengan kortikosteroid intranasal untuk penanganan sumbatan hidung sedang hingga berat. Oxymetazoline adalah adrenomimetik yang secara nonselektif mengagitasi reseptor α1- dan α2-adrenergik dan reseptor α2 postsinaptik endotel, yang mengakibatkan vasokonstriksi pada pembuluh darah hidung saat diaplikasikan secara lokal. 7 Oxymetazoline memiliki onset aksi yang cepat (5-10 menit).

Tata laksana alternatif rhinitis alergi

Lebih dari 50% pasien rhinitis alergi menggunakan berbagai terapi untuk penyakit mereka, tetapi 40% di antaranya tidak puas. Selain pengobatan konvensional, berbagai modalitas pengobatan komplementer dan alternatif telah dikembangkan untuk tata laksana rhinitis alergi, namun sebagian besar memiliki tingkat bukti ilmiah yang rendah sehingga tidak disarankan oleh ARIA.7 Camphor, kayu putih, dan mentol secara tradisional diyakini bermanfaat dalam pengobatan gejala hidung tersumbat dan penggunaannya sudah ada sejak lebih dari seratus tahun yang lalu.Irigasi nasal bertujuan untuk menghilangkan alergen dan lendir. Sebuah tinjauan sistematis terhadap 10 penelitian dengan 400 pasien menunjukkan bahwa penggunaan irigasi nasal pada rhinitis alergi menyebabkan penurunan gejala hidung sebesar 27% dan penurunan penggunaan obat rata-rata sebesar 62%, serta peningkatan skor kualitas hidup sebesar 27%.6 Secara teoritis garam hipertonik direkomendasikan untuk mengurangi pembengkakan mukosa melalui osmosis, namun garam isotonik lebih disukai daripada garam hipertonik karena garam hipertonik menghasilkan lebih sedikit perbaikan pada rhinitis alergi (perbaikan sebesar 19% hingga 70% vs 67% hingga 13%).6 Sejauh ini tidak ada efek samping irigasi nasal yang dilaporkan, sehingga dapat digunakan sebagai tambahan tata laksana yang aman dalam mengobati rhinitis alergi. Namun demikian, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan bentuk irigasi nasal yang terbaik (penyemprotan vs penyiraman), jenis (natrium klorida, garam Emser, garam air laut), dan konsentrasi garam. 6

Inhalasi uap (steam inhalation) dapat meringankan sumbatan hidung pada pasien rhinitis alergi. Inhalasi uap akan menurunkan osmolaritas lendir sehingga lendir hidung yang lengket dan dahak lebih mudah dikeluarkan serta meningkatkan suhu mukosa hidung dan mengurangi resistensi saluran napas hidung.9 Inhalasi uap sebelum menggunakan semprotan hidung (kortikosteroid intranasal, dekongestan intranasal) dapat membersihkan kotoran di mukosa hidung yang selanjutnya akan meningkatkan kontak antara obat dan mukosa hidung, yang selanjutnya akan meningkatkan efektivitas pengobatan.7 Uap yang dihirup mengembun pada mukosa hidung, sehingga meningkatkan tingkat kelembapan mukosa hidung.9 Selain itu, uap juga meningkatkan integritas mukosa hidung dan mengurangi sekresi lendir dari berbagai kelenjar hidung.9

Saat ini belum terdapat uji klinis yang mengevaluasi efektivitas Oxymetazoline dan inhalasi uap pada pengobatan rhinitis alergi, namun terbukti penambahan Oxymetazoline pada kortikosteroid intranasal meningkatkan efektivitas steroid dan juga menyebabkan onset kerja steroid yang lebih cepat.Hal ini mungkin disebabkan oleh pengurangan edema mukosa hidung oleh aksi agonis alfa adrenergik Oxymetazoline, sehingga memfasilitasi akses steroid topikal.7

Batuk

Batuk merupakan gejala yang paling umum dijumpai pada pasien di klinik rawat jalan, baik di fasilitas perawatan kesehatan primer maupun di rumah sakit tersier.10 Menurut lama terjadinya, batuk dibedakan menjadi batuk akut yang dapat sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 3 minggu dan batuk kronis yang menetap, yang berlangsung lebih dari 8 minggu. Jenis batuk lainnya berlangsung selama periode 3-8 minggu, yang disebut sebagai batuk subakut, yang sering ditemukan pada pasien pasca infeksi sistem respirasi.11 Batuk akut biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan atas yang biasanya sembuh dalam waktu 2 minggu. Penyebab nonvirus dari batuk akut termasuk eksaserbasi asma atau potensi paparan polutan lingkungan.

Tata laksana konvensional batuk akut

Idealnya pengobatan suatu penyakit adalah dengan mengobati etiologi atau kondisi/mekanisme yang mendasarinya; misalnya batuk yang disebabkan oleh infeksi bakteri, perlu diberikan antibiotika, batuk yang terjadi pada pasien asma yang mekanisme dasarnya adalah inflamasi kronis, mungkin memerlukan steroid. Pada batuk akut sering kali etiologi penyakit yang mendasari sulit diketahui (idiopatik) dan sulit dibedakan penyebabnya apakah bakteri atau virus. Pada kondisi seperti ini pengobatan simtomatik merupakan pilihan. Pengobatan yang tersedia biasanya bertujuan untuk menekan gejala (terapi penekan batuk) dengan agen farmakologis yang memiliki efek penghambatan terhadap refleks batuk atau bertindak sebagai obat mukolitik, dengan tujuan sederhana untuk mengurangi intensitas dan frekuensi batuk dalam jangka pendek. 12

Mayoritas pasien dengan batuk akut atau subakut tidak pergi ke dokter, klinik setempat, atau rumah sakit, melainkan pergi ke apoteker dan membeli obat berdasarkan pengalaman mereka, rekomendasi dari orang lain, atau meminta saran dari apoteker.12 Pengobatan biasanya bersifat simptomatik (tidak spesifik), ditujukan pada batuk dan bukan pada penyebabnya. Beberapa obat batuk yang dijual bebas ada yang juga mengandung obat penenang, antihistamin generasi pertama, dan vasokonstriktor, yang mempunyai efek samping yang signifikan, bahkan fatal pada anak-anak. Oleh karena itu banyak badan kesehatan yang melarang penggunaannya pada anak. Sebagian besar obat batuk dan pilek memiliki bukti ilmiah yang kurang kuat terkait efektivitasnya. 12 American Academy of Pediatrics menyatakan agar tidak menggunakan dekstrometorfan dan kodein untuk mengobati semua jenis batuk pada anak, karena tidak ada bukti ilmiah yang baik yang mendukung kemanjuran dan keamanan obat-obat yang bekerja di sistem saraf pusat ini sebagai antitusif pada anak-anak.13

Tata laksana alternatif batuk akut

Di banyak budaya, pengobatan alternatif seperti madu digunakan untuk mengobati batuk, dan secara umum madu dianggap aman kecuali pada bayi yang berpotensi menyebabkan botulisme infantil.14 Dalam laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tentang pengobatan ISPA pada anak-anak, madu dianggap sebagai obat peringan batuk yang murah, populer, dan aman. Meskipun tidak ada bukti ilmiah yang mendukung penggunaan madu untuk gejala-gejala yang berhubungan dengan ISPA, WHO menyebutkan bahwa madu dapat memberikan rasa nyaman pada tenggorokan dan dapat direkomendasikan untuk meredakan batuk pada anak-anak.14 WHO menganggap madu sebagai demulen yang berpotensi berharga untuk pengobatan batuk terkait ISPA pada anak.15 Madu bekerja dengan cara meningkatkan produksi air liur dan menelan dan (karena viskositasnya) dengan melapisi reseptor sensorik perifer yang mengirimkan rangsangan iritasi ke jaringan saraf kortikal dan dengan demikian mengganggu keinginan untuk batuk atau urge to cough (UTC).12 Madu juga memiliki sifat antioksidan dan meningkatkan pelepasan sitokin, yang dapat menjelaskan efek antimikrobanya.14

Hasil dari beberapa uji klinis telah menunjukkan bahwa sirup berbasis madu mungkin memiliki efek yang bermanfaat untuk meredakan gejala batuk pada malam hari yang berhubungan dengan ISPA.15 Bukti yang ada menunjukkan bahwa madu lebih baik daripada plasebo dalam mengurangi durasi batuk pada anak-anak dengan batuk akut.15 Madu juga mengurangi keparahan batuk, meredakan batuk yang mengganggu, dan meningkatkan kualitas tidur untuk anak-anak dan orang tua mereka lebih baik daripada plasebo, seperti yang baru-baru ini dibuktikan oleh sebuah meta-analisis.15 Penggunaan madu telah terbukti bermanfaat dan aman, tanpa risiko efek samping seperti sakit perut, mual, dan muntah, yang merupakan efek samping tidak spesifik yang umum terjadi bahkan ketika menggunakan plasebo.

Akar jahe dapat digunakan untuk meredakan batuk dan pilek dan memiliki kegunaan yang sama dalam sistem pengobatan tradisional lainnya.15 Akar jahe dilaporkan memiliki efek antimikroba dan anti-inflamasi. Akar licorice digunakan dalam berbagai tradisi medis dan mengandung sejumlah besar konstituen aktif secara biologis yang diketahui memiliki aktivitas antiinflamasi, anti-virus, antimikroba, antioksidan, imunomodulator, dan aktivitas lainnya. 15 Dalam sel saluran pernapasan manusia, ekstrak air jahe dengan dosis tertentu dapat menghambat masuknya respiratory syncytial virus (RSV). Jahe telah digunakan untuk mengobati rasa sakit dalam uji klinis.15 Pada model hewan, ekstrak jahe telah ditemukan memiliki sifat analgesik dan anti-inflamasi dan mempotensiasi analgesia yang diinduksi morfin. Pada manusia, licorice telah dilaporkan dapat mengurangi sakit tenggorokan pasca operasi dan batuk yang disebabkan oleh intubasi. Pada marmot, ekstrak licorice ditemukan dapat mengurangi batuk yang diinduksi oleh capsaicin dan efeknya bertahan selama 4 jam setelah pemberian.15

Keuntungan dan kerugian manajemen konvensional dan alternatif pada rhinitis alergi dan batuk akut

Pendekatan pengobatan secara konvensional maupun alternatif memiliki kelebihan dan kekurangan. Dalam banyak kasus, kombinasi dari kedua pendekatan tersebut, yang dikenal sebagai pengobatan integratif, dapat memberikan manfaat yang lebih komprehensif dan individual. Namun, konsultasi dengan ahli untuk menentukan pilihan pengobatan, terutama untuk kondisi kronis atau parah sangat diperlukan.

Manajemen konvensional pada rhinitis alergi mempunyai beberapa keuntungan. Pertama, antihistamin oral generasi terbaru terbukti aman dan efektif untuk meredakan gejala. Kedua, kortikosteroid intranasal direkomendasikan sebagai pengobatan lini pertama dan telah menunjukkan kemanjuran yang lebih besar daripada antihistamin.7 Ketiga, kombinasi terapi intranasal, seperti azelastine hidroklorida/fluticasone propionate (AZE/FP), dapat memberikan efek yang yang lebih signifikan. Pengobatan konvensional ini menawarkan berbagai pilihan bagi pasien untuk mengelola gejala mereka secara efektif.Walaupun begitu, beberapa terapi konvensional dapat menimbulkan efek samping, mulai dari yang ringan hingga yang berat, yang dapat memengaruhi kualitas hidup pasien.3  Terapi alternatif pada rhinitis alergi memiliki beberapa keuntungan yaitu minim efek samping dan sebagian besar dapat digunakan sebagai terapi tambahan atau komplementer untuk terapi konvensional. Kekurangan dari pendekatan alternatif adalah kurangnya bukti dukungan ilmiah  yang kuat atau belum diuji secara klinis dengan baik, sehingga efektivitasnya tidak selalu terbukti.3

Pada batuk akut, terapi konvensional didasarkan pada bukti ilmiah yang kuat dan telah diuji secara klinis. Obat-obatan konvensional dan perawatan medis biasanya mudah diakses di sebagian besar fasilitas kesehatan.16Namun, beberapa kekurangan seperti efek samping yang tidak diinginkan, seperti mengantuk atau gangguan pencernaan dapat menjadi pertimbangan. Penggunaan berlebihan atau tidak tepat obat-obatan konvensional dapat juga menyebabkan resistensi obat, yang berarti obat tersebut mungkin tidak efektif dalam jangka panjang.16

Kesimpulan

Pengobatan rhinitis alergi dan batuk akut harus diberikan oleh dokter yang berkompeten dan berpengalaman. Pendekatan terapi dapat berbeda-beda untuk setiap individu antara lain tergantung pada tingkat keparahan gejala, penyebab yang mendasarinya, ketersediaan obat, efek samping serta preferensi pasien. Pengobatan konvensional untuk kedua kondisi tersebut telah didukung oleh bukti ilmiah, namun perlu juga untuk mempertimbangkan pendekatan terapi alternatif yang dapat menjadi tambahan atau pengganti dalam situasi tertentu.

Keputusan pemilihan manajemen konvensional dan alternatif harus selalu dibuat bersama antara pasien dan profesional kesehatan. Keputusan ini harus didasarkan pada pertimbangan yang matang, informasi yang akurat, dan komunikasi yang jujur dan terbuka. Sebaiknya tidak mengabaikan atau mengecilkan manfaat dari satu jenis terapi dalam mendukung penggunaan yang tepat dan terintegrasi untuk kesehatan pasien secara keseluruhan.

Comments

Popular posts from this blog

CARA MENGHITUNG STOCK OBAT

Apa Arti IgG dan IgM Tifoid Positif dalam Tes?

GINA asma 2023