KEPDIRJEN MINERBA 185-2019 KP
KEPDIRJEN MINERBA 185-2019 KP
Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Pekerja agar selamat dan sehat melalui upaya pengelolaan keselamatan kerja, kesehatan kerja, lingkungan kerja, dan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
Kecelakaan Tambang adalah kecelakaan yang memenuhi 5 (lima) kriteria sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan.
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dan/atau lingkungan kerja sesuai dengan peraturan perundangan.
Kejadian Akibat Penyakit Tenaga Kerja adalah kejadian meninggalnya Pekerja yang disebabkan oleh penyakit ketika Pekerja melakukan kegiatan Pertambangan atau pengolahan dan/atau pemurnian, terjadi pada jam kerja, atau terjadi dalam wilayah kegiatan usaha Pertambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau wilayah proyek.
Kesehatan Kerja Pertambangan dan Pengolahan dan/atau Pemurnian KTT atau PTL menjamin kesehatan setiap Pekerja terhadap risiko kesehatan yang ditimbulkan paling sedikit oleh bahaya fisik, kimia, biologi, ergonomi, dan psikososial dengan melaksanakan pengelolaan kesehatan kerja berupa:
a. Program Kesehatan Kerja
Program kesehatan kerja dibuat, ditetapkan, dan dilaksanakan dengan pendekatan promotif atau promosi kesehatan, preventif atau pencegahan penyakit, kuratif atau pengobatan dan rehabilitatif atau pemulihan dengan lebih mengutamakan pada program promotif dan preventif mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan standar terkait yang berlaku; persyaratan lainnya yang terkait; kebijakan perusahaan; hasil Manajemen Risiko terhadap seluruh proses, kegiatan, dan area kerja; evaluasi kinerja program kesehatan kerja Pertambangan; hasil pemeriksaan terhadap Kejadian Akibat Penyakit Tenaga Kerja dan Penyakit Akibat Kerja; ketersediaan sumber daya, antara lain manusia, finansial, peralatan.
1) promotif dan preventif
a) melaksanakan kegiatan promotif untuk meningkatkan derajat kesehatan Pekerja sehingga berada pada tingkat yang setinggi-tingginya seperti mengadakan kegiatan penyuluhan pola hidup sehat, menyediakan fasilitas olahraga, serta pendidikan dan pelatihan kesehatan Pekerja secara berkala;
b) promotif dan preventif mempertimbangkan hasil pemeriksaan kesehatan Pekerja maupun hasil pengukuran dan penilaian lingkungan kerja Pertambangan;
c) melakukan antisipasi, identifikasi, evaluasi, dan pengendalian secara berkelanjutan terhadap risiko kesehatan yang ada di lokasi kerja;
d) pencegahan penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya dilakukan dengan penyuluhan dan/atau tes laboratorium jika diperlukan;
e) pekerjaan hanya dapat dilaksanakan oleh Pekerja yang bebas dari pengaruh alkohol, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
f) mengidentifikasi dan mengendalikan potensi penyakit tenaga kerja termasuk penyakit degeneratif; dan
g) untuk meningkatkan derajat kesehatan Pekerja, KTT atau PTL menetapkan kawasan tanpa asap rokok di wilayah kegiatan usaha Pertambangan atau wilayah proyek.
2) kuratif
a) melaksanakan upaya kuratif dengan menyediakan akses untuk pelayanan kesehatan seperti penanganan medis terhadap penyakit tenaga kerja dan Penyakit Akibat Kerja, serta cidera akibat kecelakaan; dan
b) penanganan medis meliputi penanganan gawat darurat, proses evakuasi ke tempat pelayanan medis di Wilayah Izin Usaha Pertambangan atau wilayah proyek atau tempat pelayanan medis rujukan yang lebih tinggi sesuai dengan tingkat keparahannya.
3) rehabilitatif
a) melaksanakan upaya rehabilitasi dengan melakukan pemulihan dan perawatan bagi Pekerja yang mengalami -40- sakit akibat kecelakaan, penyakit tenaga kerja, maupun Penyakit Akibat Kerja; dan
b) pelayanan rehabilitasi dilakukan oleh tim rehabilitasi yang dipimpin oleh dokter perusahaan dan terdiri dari perwakilan bagian sumber daya manusia pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR serta atasan Pekerja yang bersangkutan.
Pelaksanaan program kesehatan kerja Pertambangan paling sedikit meliputi:
1) pemeriksaan kesehatan kerja
Pekerja berhak mendapatkan pemeriksaan kesehatan.
KTT atau PTL bertanggung jawab terhadap pemeriksaan kesehatan Pekerja sesuai dengan risiko kesehatan Pekerja.
Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR menyediakan tenaga kesehatan kerja yang kompeten meliputi:
a) dokter perusahaan;
b) dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja;
c) perawat; dan/atau
d) tenaga kesehatan lainnya.
Tenaga kesehatan kerja membuat rencana program pemeriksaan kesehatan kerja Pertambangan dan menyusun laporan program pemeriksaan kesehatan kerja Pertambangan dengan berkoordinasi dengan pihak terkait antara lain bagian sumber daya manusia, pimpinan tertinggi pada setiap bagian, dan/atau Komite Keselamatan Pertambangan.
Pemeriksaan kesehatan kerja Pertambangan dilaksanakan sesuai dengan pedoman pemeriksaan dan penilaian kelayakan kesehatan kerja yang disusun oleh dokter perusahaan yang dapat bekerja sama dengan dokter pemeriksa tenaga kerja atau pihak lain yang terkait dengan mengacu peraturan perundang-undangan dan dikembangkan mengikuti kemajuan ilmu kedokteran dan kesehatan, serta
risiko yang ada ditempat kerja.
KTT atau PTL menyetujui dan menetapkan pedoman pemeriksaan dan penilaian kelayakan kesehatan kerja.
Pemeriksaan kesehatan kerja Pertambangan terdiri dari:
a) pemeriksaan kesehatan awal
(1) pemeriksaan kesehatan awal dilakukan oleh dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja sebelum Pekerja diterima untuk melakukan pekerjaan atau dipindahkan ke pekerjaan baru apabila dibutuhkan; (2) pemeriksaan kesehatan awal ditujukan agar pekerja yang akan diterima dan ditempatkan berada dalam kondisi sehat dan sesuai pekerjaan;
(3) pemeriksaan kesehatan awal paling sedikit meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru, dan pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, kimia darah, gula darah, urin lengkap, dan hepatitis (HbsAg)), elektrokardiogram untuk usia kurang dari 40 tahun, treadmill test untuk usia diatas 40 tahun serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu sesuai dengan risiko kesehatan di tempat kerja.
b) pemeriksaan kesehatan berkala
(1) pemeriksaan kesehatan berkala dimaksudkan untuk mengetahui kondisi kesehatan Pekerja setelah berada dalam pekerjaannya dan selama masa kerjanya
(2) pemeriksaan kesehatan berkala dilakukan oleh dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja paling sedikit setahun sekali bagi Pekerja tambang dan Pekerja pengolahan dan/atau pemurnian, dan khusus untuk Pekerja tambang bawah tanah dilakukan paling sedikit dua kali setahun;
(3) pemeriksaan kesehatan berkala paling sedikit meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru, dan pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, kimia darah, gula darah dan urin lengkap), elektrokardiogram untuk usia kurang dari 40 tahun, treadmill test untuk usia diatas 40 tahun serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu sesuai dengan risiko kesehatan di tempat kerja; dan
(4) hasil pemeriksaan berkala ditindaklanjuti untuk menjamin terselenggaranya kesehatan kerja Pertambangan.
c) pemeriksaan kesehatan khusus
(1) pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan oleh dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja yang dimaksudkan untuk mengetahui adanya pengaruhpengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap pekerja atau golongan Pekerja tertentu, disesuaikan dengan pajanan risiko pekerjaannya;
(2) golongan pekerja tertentu meliputi:
(a) Pekerja yang diduga mengalami gangguan kesehatan akibat kondisi lingkungan kerja; dan
(b) Pekerja yang mengalami kecelakaan berakibat cidera berat, Penyakit Akibat Kerja, atau penyakit sesuai dengan rekomendasi dari dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja.
(3) pemeriksaan kesehatan khusus dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan hasil evaluasi KTT atau PTL, atau hasil pengawasan IT.
d) pemeriksaan kesehatan akhir
(1) pemeriksaan kesehatan akhir dilakukan oleh dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja kepada Pekerja yang sisa masa kerjanya 1 (satu) tahun menjelang pensiun;
(2) KTT atau PTL melaksanakan pemeriksaan kesehatan akhir paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum memasuki masa pensiun; dan
(3) pemeriksaan kesehatan akhir paling sedikit meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik lengkap, kesegaran jasmani, rontgen paru-paru dan pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, fungsi hati, fungsi ginjal, kimia darah, gula darah, urin lengkap, dan hepatitis (HbsAg), treadmill test, dan pemeriksaan khusus sesuai dengan risiko pekerjaannya serta pemeriksaan lain yang dianggap perlu sesuai dengan risiko kesehatan di tempat kerja.
Catatan kesehatan Pekerja dibuat, didokumentasikan, dan dievaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan, maka dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
a) menginformasikan kepada Pekerja terkait kondisi Pekerja yang bersangkutan;
b) melakukan pemantauan, pengobatan, atau rehabilitasi terhadap Pekerja yang bersangkutan sesuai dengan hasil pemeriksaan kesehatan;
c) mengevaluasi penempatan Pekerja disesuaikan dengan kondisi Pekerja yang bersangkutan;
d) melakukan upaya promotif dan preventif terhadap Pekerja lain yang terkait; dan
e) melakukan kontrol pengendalian kondisi lingkungan kerja.
2) pelayanan kesehatan kerja
Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR menyediakan tenaga kesehatan kerja yang kompeten, sarana dan prasarana pelayanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan kerja.
a) tenaga kesehatan kerja
Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR memberikan kebebasan profesional kepada tenaga kesehatan kerja dalam menjalankan pelayanan kesehatan kerja. Tenaga kesehatan kerja diberi keleluasaan memasuki tempat kerja untuk melakukan pemeriksaan dan mendapatkan keterangan yang diperlukan dalam rangka menjalankan pelayanan kesehatan kerja dengan mekanisme yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan aturan pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR. Tenaga kesehatan kerja merencanakan, melaksanakan, melaporkan, dan mengevaluasi program pelayanan kesehatan kerja. Laporan pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja disampaikan kepada KTT atau PTL paling sedikit 1 (satu) bulan sekali. Tenaga kesehatan kerja memberikan keterangan tentang pelaksanaan pelayanan kesehatan kerja kepada IT apabila diperlukan.
b) sarana dan prasarana sarana penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja mencakup:
1) sarana dasar
(a) perlengkapan umum paling sedikit:
(a.1) meja dan kursi;
(a.2) tempat tidur pasien;
(a.3) wastafel;
(a.4) timbangan badan;
(a.5) meteran atau pengukur tinggi badan;
(a.6) kartu status; dan
(a.7) register pasien berobat,
(b) ruangan paling sedikit:
(b.1) ruangan tunggu;
(b.2) ruang periksa;
(b.3) ruang tindakan emergency;
(b.4) ruang kerja dokter dan perawat;
(b.5) ruang atau almari obat; dan
(b.6) kamar mandi dan jamban,
(c) peralatan medis paling sedikit: (c.1) emergency responder bag; (c.2) automated external defibrillator; (c.3) pulse oxymeter; (c.4) emergency trolley; (c.5) oxygen therapy portable; (c.6) tensimeter dan stetoskop; (c.7) termometer; (c.8) sarung tangan; (c.9) alat bedah ringan (minor set); (c.10) peralatan stop perdarahan; (c.11) lampu senter; (c.12) obat-obatan; (c.13) sarana atau perlengkapan P3K; (c.14) tabung oksigen dan isinya; (c.15) oxygen canule/nasale; (c.16) oxygen tubing dan mask; (c.17) bag valve mask ; (c.18) pocket mask untuk batuan napas; dan (c.19) oropharyngel airway (Goedel),
2) sarana penunjang
(a) alat pelindung diri;
(b) alat evakuasi paling sedikit:
(b.1) tandu berbagai jenis;
(b.2) alat extrication korban;
(b.3) alat fiksasi korban seperti neck collar dan bidai berbagai ukuran; dan
(b.4) ambulan atau kendaraan pengangkutan korban,
(c) peralatan penunjang diagnosa disesuaikan dengan kebutuhan, seperti spirometer dan audiometer; (d) peralatan pemantau atau pengukuran lingkungan kerja disesuaikan dengan risiko yang ada, seperti sound level meter, lux meter, wet bulb globe temperature meter, dan gas detector.
Kualifikasi sarana pelayanan kesehatan dibagi menjadi:
(1) pelayanan kegawatdaruratan pelayanan yang terbatas pada upaya pertolongan pertama kepada kecelakaan, Kejadian Akibat Penyakit Tenaga Kerja, dan kondisi gawat darurat medis lainnya yang bertujuan untuk menjaga kehidupan dan mengurangi keparahan.
(2) pelayanan pratama pelayanan yang mencakup pelayanan kegawatdaruratan dan pelayanan medis dasar baik umum maupun khusus.
(3) pelayanan utama pelayanan yang mencakup pelayanan kegawatdaruratan, pelayanan medis dasar, dan pelayanan medik spesialistik disesuaikan dengan risiko yang ada.
Kualifikasi sarana pelayanan kesehatan kerja ditetapkan berdasarkan tingkat keterisoliran lokasi tambang, sebagai berikut:
(1) minimum pelayanan kegawatdaruratan untuk tingkat keterisoliran rendah, yaitu jarak tempuh dari lokasi tambang ke rumah sakit tipe A/B/C kurang dari 60 (enam puluh) menit.
(2) minimum pelayanan pratama untuk tingkat keterisoliran menengah, yaitu jarak tempuh dari lokasi tambang ke rumah sakit tipe A/B/C antara 60 - 120 (enam puluh sampai dengan seratus dua puluh) menit.
(3) pelayanan utama untuk tingkat keterisoliran tinggi, yaitu jarak tempuh dari lokasi tambang ke rumah sakit tipe A/B/C lebih dari 120 (seratus dua puluh) menit.
Pelayanan kesehatan kerja dapat diselenggarakan:
a) sendiri oleh pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR;
b) bekerjasama dengan tenaga kesehatan kerja yang kompeten atau pelayanan kesehatan lain yang memiliki izin resmi. Kerjasama tersebut dilengkapi dengan nota kesepahaman penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja antara pimpinan pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR dengan kepala unit pelayanan kesehatan yang bersangkutan; dan/atau
c) bersama-sama oleh beberapa pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR.
Atas pertimbangan risiko yang ada KaIT atau Kepala Dinas atas nama KaIT sesuai dengan kewenangannya dapat meminta pelayanan kesehatan diselenggarakan sendiri oleh pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR.
3) pertolongan pertama pada kecelakaan
KTT atau PTL menyediakan petugas yang memiliki kompetensi, fasilitas, dan peralatan untuk melakukan P3K pada setiap kelompok kerja.
KTT atau PTL membuat program pendidikan dan pelatihan P3K secara berkala untuk memastikan kompetensi petugas P3K.
Kotak P3K ditempatkan pada lokasi yang mudah dicapai, terlindungi, dan diberi tanda serta isinya diperiksa secara berkala paling sedikit setiap bulan oleh penanggung jawab kotak P3K yang namanya tertera pada kotak P3K.
Isi kotak P3K yang telah kadaluarsa segera diganti.
Isi kotak P3K disesuaikan dengan risiko yang ada dan paling sedikit mengacu pada tabel sebagai berikut:
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
No Isi (Satuan) Kelompok Kerja Tipe A Tipe B Tipe C
(kurang < 25 Pekerja) (26 - 50 Pekerja) (51 - 100 Pekerja)
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
1 Kasa Steril terbungkus (bungkus) 20 40 40
2 Perban (lebar 5 cm) (gulung) 2 4 6
3 Perban (lebar 10 cm) (gulung) 2 4 6
4 Plester (lebar 1,25 cm) 2 4 6
5 Pembalut Cepat 10 15 20
6 Kapas (25 gram) 1 2 3
7 Kain Segitiga / Mittela (lembar) 2 4 6
8 Gunting (buah) 1 1 1
9 Peniti (buah) 12 12 12
10 Sarung Tangan Sekali Pakai (pasangan) 2 3 4
11 Masker (buah) 1 1 1
12 Masker untuk Resusitasi Jantung-Paru (buah) 1 1 1
13 Kantong Plastik Bersih (buah) 1 1 1
14 Aquades (100 ml lar. Saline) 1 1 1
15 Buku Panduan P3K di tempat kerja 1 1 1
16 Buku Catatan Daftar Isi
4) pengelolaan kelelahan kerja (fatigue)
Pengelolaan pencegahaan kelelahan kerja (fatigue) dilaksanakan dengan cara:
a) melakukan identifikasi, evaluasi, dan pengendalian faktor yang dapat menimbulkan kelelahan Pekerja Proses identifikasi dan evaluasi menggunakan metode yang valid dan reliabel disesuaikan dengan faktor risiko dan terintegrasi dengan Manajemen Risiko. Upaya pengendalian mengacu pada prinsip hierarki pengendalian.
b) memberikan pelatihan dan sosialisasi kepada semua Pekerja tentang pengetahuan pengelolaan dan pencegahan kelelahan khususnya bagi para Pekerja dengan waktu kerja bergilir atau shift. Pelaksanaan pelatihan dan sosialisasi disesuaikan dengan faktor risiko kelelahan yang dihadapi untuk setiap pekerjaan. Apabila diperlukan maka pelaksanaan pelatihan dan sosialisasi pengelolaan kelelahan diberikan juga kepada keluarga Pekerja atau pihak yang terkait.
c) mengatur pola gilir kerja (shift) Pekerja Pola gilir kerja (shift) disusun dengan mempertimbangkan paling sedikit kebijakan, ketentuan peraturan perundang-undangan, kapasitas kerja, beban kerja, dan kondisi lingkungan kerja. Dalam pengaturan pola gilir kerja (shift) diupayakan Pekerja tidak mengalami kelelahan baik secara fisik, mental, dan psikososial.
d) melakukan penilaian dan pengelolaan tingkat kelelahan pada Pekerja setiap sebelum awal gilir kerja (shift) dan saat pekerjaan berlangsung.
Metode penilaian tingkat kelelahan menggunakan metode yang valid dan reliabel sesuai dengan risiko kelelahan yang ada.
Hasil dari penilaian tingkat kelelahan ditindaklanjuti untuk menentukan keberlangsungan pekerjaan dan pengelolaan kelelahan selanjutnya.
5) pengelolaan Pekerja yang bekerja pada tempat yang memiliki risiko tinggi.
KTT atau PTL mengidentifikasi tempat yang memiliki risiko tinggi sesuai dengan Manajemen Risiko. KTT atau PTLmengidentifikasi Pekerja yang akan bekerja pada tempat kerjanya dengan melakukan hal-hal sebagai berikut:
a) memastikan risiko yang ada sudah dikendalikan secara memadai melalui proses penilian risiko dan pemantauan. Upaya pengendalian mengacu pada hierarki pengendalian.
b) memberikan pemahaman cara kerja aman, konsekuensi, dan pemantauan pekerjaan di area tersebut. KTT atau PTL memastikan sudah tersedia cara kerja aman dan sudah disosialisasikan kepada Pekerja. Konsekuensi yang mungkin terjadi pada Pekerja disampaikan secara jujur dan menyeluruh. Pemantauan terhadap pelaksanaan pekerjaan, kondisi lingkungan kerja, dan Pekerja dilakukan secara berkala dengan mengacu pada Manajemen Risiko dan standar yang berlaku.
c) bertanggung jawab terhadap efek yang ditimbulkan akibat pekerjaan tersebut. KTT atau PTL memastikan pekerja diberikan pemeriksaan kesehatan khusus sesuai dengan risiko yang ada.
KTT atau PTL berupaya seoptimal mungkin agar pekerja tidak mendapatkan efek yang merugikan. Apabila pekerja mengalami efek yang merugikan maka Pekerja diberikan pelayanan kuratif dan rehabiltatif sesuai dengan rekomendasi tenaga kerja kesehatan.
6) rekaman data kesehatan kerja Pertambangan
Rekaman data kesehatan kerja Pertambangan paling sedikit meliputi:
a) data hasil pemeriksaan kesehatan awal, data hasil pemeriksaan kesehatan berkala, data hasil pemeriksaan khusus, dan data hasil pemeriksaan akhir;
b) riwayat pekerjaan Pekerja;
c) data medis/rekam medis Pekerja;
d) data indikator kinerja kesehatan kerja Pertambangan;
e) data hasil pemeriksaan lingkungan kerja Pertambangan dalam rangka pengelolaan kesehatan kerja Pertambangan.
Rekaman data kesehatan kerja Pertambangan dianalisis dan dievaluasi sebagai bahan untuk perbaikan kinerja kesehatan kerja Pertambangan.
KTT atau PTL melakukan pengukuran kinerja kesehatan kerja Pertambangan dengan menggunakan 2 (dua) indikator sebagai berikut:
a) indikator proses (leading indicator)
Pengukuran terhadap segala upaya yang sudah dilakukan dalam pengelolaan kesehatan kerja Pertambangan berupa realisasi pelaksanaan program kesehatan kerja Pertambangan.
b) indikator hasil akhir (lagging indicator)
Pengukuran terhadap hasil dari pengelolaan kesehatan kerja Pertambangan yang berupa statistik kesehatan kerja Pertambangan sebagai berikut:
(1) rasio kelayakan kerja
rasio kelayakan kerja berupa persentase tenaga kerja yang layak kerja berdasarkan pemeriksaan kesehatan dengan rumus sebagai berikut:
rasio kelayakan kerja = jumlah pekerja yang layak kerja berdasarkan pemeriksaan
----------------------------------------------------------------------- x 100%
jumlah pekerja kumulative
(2) angka kesakitan kasar (crude morbidity rate)
Angka kesakitan kasar (crude morbidity rate) berupa persentase yang menunjukkan jumlah Pekerja yang sakit karena penyakit tidak termasuk kecelakaan dibagi jumlah Pekerja kumulatif.
CMR = jumlah pekerja yg sakit karena penyakit, tdk termasuk kecelakaan
--------------------------------------------------- X 100 %
jumlah pekerja kumulative
(3) tingkat kekerapan kesakitan (morbidity frequency rate)
tingkat kekerapan kesakitan (morbidity frequency rate) berupa angka kekerapan berdasarkan jumlah tenaga kerja yang sakit karena penyakit tidak termasuk kecelakaan dibagi jumlah jam kerja kumulatif selama kurun waktu 1.000.000 jam kerja.
MFR = jumlah pekerja yg sakit karena penyakit, tdk termasuk kecelakaan
------------------------------------------------------------------------------- X 1000.000
jumlah jam kerja kumulative
(4) tingkat keparahan penyakit (spell severity rate)
tingkat keparahan penyakit (spell severity rate) berupa angka keparahan penyakit berdasarkan spell selama kurun waktu 1.000.000 jam kerja.
SSR = jumlah absensi karena sakit , tdk termasuk kecelakaan( hari kerja hilang krn sakit)
--------------------------------------------------------------------------------- x 100
Jumlah spell
Catatan:
Spell dihitung berdasarkan suatu periode absen (menerus atau sewaktu-waktu) karena sakit.
Contoh:
(a) 1 (satu) orang Pekerja mengalami sakit dimana tidak masuk selama 10 (sepuluh) hari dan tidak terputus, maka dihitung sebagai 1 (satu) spell.
(b) 1 (satu) orang tenaga kerja mengalami sakit dimana tidak masuk selama 5 (lima) hari, kemudian masuk kerja. Pada hari berikutnya sakit kembali selama 3 (tiga) hari, maka dihitung sebagai 2 (dua) spell. Akan tetapi apabila dokter menyatakan ketidakhadiran yang kedua masih terkait dengan penyakit yang sama dengan ketidakhadiran yang pertama, maka tetap dihitung sebagai 1 (satu) spell.
(5) tingkat keparahan penyakit berdasarkan absensi (absence severity rate)
tingkat keparahan penyakit berdasarkan absensi (absence severity rate) berupa angka keparahan penyakit yang dihitung berdasarkan jumlah absensi karena sakit tidak termasuk kecelakaan dibagi dengan jumlah jam kerja kumulatif selama kurun waktu 1.000.000 jam kerja.
ASR = Jumlah absensi krn sakit, tdk termasuk kecelakaan
---------------------------------------------------- X 1.000.000
Jumlah jam kerja kumulatif
(6) Penyakit Akibat Kerja frekuensi Penyakit Akibat Kerja dihitung dari jumlah kasus Penyakit Akibat Kerja dibagi jumlah tenaga kerja dikali 1.000.000 (konstanta)
FR PAK = Jumlah kasus PAK
------------------------- X 1.000.000
Jumlah tenaga kerja
Pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR menyampaikan laporan tertulis aspek kesehatan kerja Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Laporan disampaikan offline atau sistem dalam jaringan (online) melalui website yang telah ditentukan oleh KaIT.
Pelaporan aspek kesehatan kerja Pertambangan terdiri dari:
(1) laporan berkala, mencakup laporan tertulis yang disusun dan disampaikan secara rutin dalam jangka waktu tertentu.
(a) triwulanan
(a.1) daftar penyakit tenaga kerja;
(a.2) rencana dan realisasi program dan biaya kesehatan kerja Pertambangan, dilaporkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender setelah berakhirnya tiap triwulan
(b) laporan triwulan yang hanya dilaporkan pada triwulan ke-IV atau tahunan, yaitu laporan pengelolaan kesehatan kerja Pertambangan, yang dilaporkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender tiap berakhirnya tahun.
(2) laporan khusus, mencakup laporan tertulis yang disusun dan disampaikan dalam hal terdapat kejadian atau kondisi tertentu.
(a) laporan pemberitahuan awal Kejadian Akibat Penyakit Tenaga Kerja; dan
(b) laporan Penyakit Akibat Kerja. pelaporan pemberitahuan awal Kejadian Akibat Penyakit Tenaga Kerja tersebut diatas disampaikan sesaat setelah terjadinya Kejadian Akibat Penyakit Tenaga Kerja.
Sedangkan laporan Penyakit Akibat Kerja disampaikan sesaat setelah diketahui hasil diagnosis dan pemeriksaan medis.
b. Higiene dan Sanitasi Tempat Kerja
1) tempat sampah
a) di setiap lokasi kerja baik di ruangan tertutup ataupun terbuka disediakan tempat sampah sesuai kebutuhannya; b) tempat sampah domestik terbuat dari bahan yang relatif kuat dan memiliki tutup serta diberi label yang sesuai dengan peruntukan jenis sampahnya berdasarkan standar yang berlaku; c) pada tempat kerja yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun disediakan tempat sampah khusus limbah bahan berbahaya dan beracun yang spesifikasinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan d) pada tempat kerja yang terdapat penanganan medis disediakan tempat sampah khusus limbah medis yang spesifikasinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2) toilet dan wastafel
a) toilet disediakan di lokasi kerja dan terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, mudah dibersihkan, memiliki penerangan yang cukup, pertukaran udara yang baik, dan memenuhi persyaratan kesehatan; b) toilet tidak berhubungan langsung dengan tempat kerja; c) toilet memiliki petunjuk arah yang jelas; d) apabila dalam suatu lokasi kerja terdapat Pekerja perempuan, maka toilet untuk laki-laki dan perempuan dipisahkan dan diberi tanda yang jelas; e) jumlah minimum toilet yang disediakan disesuaikan dengan kebutuhan, lokasi, dan jumlah Pekerja; f) toilet dibersihkan secara berkala dan selalu tersedia air bersih dalam jumlah yang cukup;
g) sarana jamban disediakan di tambang yang dibuat sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan kesehatan; dan h) menyediakan wastafel yang memadai dan memenuhi persyaratan kesehatan di tempat kerja sesuai kebutuhan.
3) kebersihan lantai dan bangunan lantai dan bangunan kerja dibersihkan secara rutin dan berkala dengan mempertimbangkan pengelolaan tata graha (housekeeping).
4) ruang ganti pakaian dan kamar mandi
a) pada bagian pekerjaan tertentu, berdasarkan pertimbangan kesehatan, Pekerja perlu mengganti pakaian kerjanya dan membersihkan badan sebelum meninggalkan tempat kerjanya; dan
b) pemegang IUP, IUPK, IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan IPR menyediakan ruang ganti, tempat penyimpanan pakaian (locker), dan tempat membersihkan badan yang selalu dijaga kebersihannya.
c. Pengelolaan Ergonomi
1) KTT atau PTL melakukan pengelolaan kesesuaian antara pekerjaan, lingkungan kerja Pertambangan, peralatan, dan Pekerja.
2) upaya pengelolaan ergonomi berupa:
a) melakukan identifikasi dan penilaian risiko ergonomi, serta pengendaliannya berdasarkan hasil ergonomic risk assessment;
b) menyediakan sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan yang sesuai dengan kemampuan, kondisi, dan postur Pekerja;
c) menyesuaikan prosedur kerja dengan kapasitas Pekerja;
d) menyediakan perlengkapan penunjang untuk mendukung pekerjaan.
d. Pengelolaan Makanan, Minuman, dan Gizi Pekerja
KTT atau PTL dalam mengelola makanan dan minuman melaksanakan analisis bahaya dan pengendalian titik kritis (hazard analysis and critical control points).
1) persyaratan penyediaan makanan
a) KTT atau PTL memastikan bahwa penyedia makanan bagi Pekerja memenuhi semua persyaratan higiene yang berlaku dan telah mengikuti pelatihan tentang higiene dan sanitasi makanan, serta mendapatkan rekomendasi dan pengesahan dari instansi terkait sehubungan dengan pemenuhan persyaratan sebagai penyedia makanan bagi Pekerja; dan
b) proses penyediaan makanan Pekerja diawasi agar keamanan dan higiene makanan bagi pekerja dapat dipastikan.
2) persyaratan penyediaan minuman
a) air minum yang memenuhi persyaratan kesehatan tersedia dalam jumlah yang cukup bagi Pekerja;
b) sumber air minum yang berasal dari air minum kemasan sesuai dengan standar nasional Indonesia yang berlaku, memperhatikan batas kadaluarsa, dan penyimpannya sesuai yang dipersyaratkan;
c) sumber air minum yang berasal dari air yang dikelola sendiri ataupun dari pihak lain, maka pemenuhan persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sumber air minum tersebut dilakukan melalui pemeriksaan kualitas air minum secara berkala; dan
d) tempat air minum dijaga sedemikian rupa agar selalu bersih dan dilengkapi dengan penutup yang baik; dan
e) Pekerja tidak diperkenankan melakukan pekerjaan dibawah pengaruh alkohol, minuman yang
memabukkan, narkotika, psikotropika, dan/atau zat adiktif lainnya.
3) gizi kerja
a) kebutuhan gizi kerja paling sedikit meliputi zat gizi yang berasal dari sumber penghasil tenaga/kalori (karbohidrat, lemak, dan protein) dan sumber zat pengatur (vitamin dan mineral); dan
b) jumlah kalori yang dibutuhkan Pekerja disesuaikan dengan pekerjaan, jenis kelamin, dan angka kecukupan gizi sesuai standar yang ditetapkan instansi berwenang.
e. Diagnosis dan Pemeriksaan Penyakit Akibat Kerja
1) penegakan diagnosis Penyakit Akibat Kerja
a) KTT atau PTL melaporkan Penyakit Akibat Kerja kepada KaIT atau Kepala Dinas atas nama KaIT sesuai dengan kewenangannya;
b) diagnosis Penyakit Akibat Kerja ditegakkan melalui serangkaian tahapan pemeriksaan klinis, kondisi Pekerja, lingkungan kerjanya, dan data medis/rekam medis pekerja;
c) Penyakit Akibat Kerja antara lain berupa penyakit:
(1) yang disebabkan pajanan faktor yang timbul dari aktivitas pekerjaan; (2) berdasarkan sistem target organ; (3) kanker akibat kerja; dan (4) spesifik lainnya
d) dokter perusahaan menetapkan status Penyakit Akibat Kerja berdasarkan hasil pemeriksaan setelah membuktikan hubungan sebab akibat antara penyakit dengan pekerjaan dan/atau lingkungan kerjanya; dan
e) apabila terdapat keragu-raguan dalam menegakkan diagnosis Penyakit Akibat Kerja, dokter perusahaan dapat berkonsultasi dengan dokter ahli yang sesuai.
2) penilaian kecacatan Penyakit Akibat Kerja
a) apabila pengobatan Penyakit Akibat Kerja dinyatakan selesai dan dijumpai adanya suatu kecacatan, maka dokter perusahaan dapat menetapkan persentase kecacatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b) apabila terdapat keragu-raguan dalam menetapkan persentase kecacatan, dokter perusahaan dapat berkonsultasi dengan dokter ahli yang sesuai.
3) pelaporan Penyakit Akibat Kerja
a) setelah diagnosis Penyakit Akibat Kerja ditegakkan, dokter perusahaan membuat laporan medik dalam jangka waktu 1×24 jam untuk disampaikan kepada KTT atau PTL;
b) KTT atau PTL segera melaporkan Penyakit Akibat Kerja yang telah ditegakkan oleh dokter perusahaan kepada KaIT atau Kepala Dinas atas nama KaIT sesuai dengan kewenangannya menggunakan formulir yang telah ditentukan;
c) sebagai bahan evaluasi, laporan Penyakit Akibat Kerja dilengkapi dengan laporan medik tentang Penyakit Akibat Kerja; dan
d) pemberian informasi medis dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang rekam medis.
4) penyelidikan Penyakit Akibat Kerja
a) setiap Penyakit Akibat Kerja yang telah ditegakkan oleh dokter perusahaan dilakukan penyelidikan untuk menemukan faktor-faktor bahaya kesehatan di lokasi Pekerja yang terkena Penyakit Akibat Kerja;
b) proses penyelidikan Penyakit Akibat Kerja mencakup penilaian kesehatan Pekerja lainnya yang memiliki pajanan bahaya yang sama atau sejenis untuk memastikan apakah ada pekerja lainnya yang menderita penyakit yang sama; dan
c) proses penyelidikan Penyakit Akibat Kerja dilakukan oleh tim yang paling sedikit melibatkan dokter perusahaan dan petugas kesehatan kerja atau higiene industri (industrial hygiene).
5) upaya pengendalian Penyakit Akibat Kerja
a) berdasarkan hasil penyelidikan Penyakit Akibat Kerja, KTT atau PTL membuat rencana perbaikan dan pencegahan agar Penyakit Akibat Kerja yang sama tidak terjadi pada pekerja yang lain;
b) setiap pekerja mematuhi semua prosedur dan persyaratan untuk pencegahan Penyakit Akibat Kerja dalam melaksanakan pekerjaannya; dan
c) perusahaan melakukan upaya kuratif dan rehabilitatif terhadap Pekerja yang didiagnosis menderita Penyakit Akibat Kerja.
Comments
Post a Comment