PRE EKLAMSIA

 PREEKLAMSIA

Preeklampsia adalah komplikasi pada masa kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah yang mencapai angka 140/90 mmHg.

Biasanya, preeklampsia terjadi setelah kehamilan memasuki usia 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai triwulan ketiga).

Preeklampsia juga dianggap sebagai kondisi yang paling sering mendahului eklampsia, yakni kondisi kehamilan yang disertai kejang akibat tekanan darah tinggi.

Jika tidak segera ditangani, preeklamsia bisa berakibat fatal baik bagi ibu maupun janin. 

Seperti perkembangan janin yang tidak sempurna, kelahiran prematur, hingga kematian.

Kira-kira 15-25% wanita yang didiagnosis awal dengan hipertensi dalam kehamilan akan mengalami Pre-Eklamsia Berat (PEB)

Sulit memprediksi yang mana akan mengalami PEB.

Klasifikasi Hipertensi Dalam Kehamilan

Ada beberapa jenis hipertensi dalam kehamilan, antara lain hipertensi kronik, hipertensi kronik dengan preeklamsia, hipertensi gestasional, preeklamsia dan eklamsia.

  • Hipertensi kronik. Didapatkan sebelum kehamilan, usia kehamilan < 20 minggu, dan tidak menghilang setelah 12 minggu pasca persalinan.
  • Preeklamsia-eklamsia. Hipertensi dan proteinuria yang didapat setelah usia kehamilan 20 minggu.
  • Hipertensi kronik dengan preeklamsia. Hipertensi kronik ditambah proteinuria.
  • Hipertensi gestational. Timbulnya hipertensi pada kehamilan yang tidak disertai proteinuria hingga 12 minggu pasca persalinan

Gejala Hipertensi Dalam Kehamilan

Berikut adalah tanda-tanda hipertensi dalam kehamilan. 

Konsultasikan pada dokter kandungan Anda apabila Anda mengalami gejala-gejala berikut:

  1. Ditemukannya kelebihan protein dalam urin (proteinuria) atau tanda-tanda tambahan masalah ginjal.
  2. Sakit kepala yang parah.
  3. Perubahan penglihatan, penglihatan menjadi kabur atau sensitivitas cahaya.
  4. Nyeri pada perut bagian atas, biasanya di bawah tulang rusuk Anda di sisi kanan.
  5. Mual atau muntah.
  6. Urin dari buang air kecil menurun.
  7. Penurunan kadar trombosit dalam darah.
  8. Gangguan pada fungsi hati.
  9. Sesak napas, hal ini disebabkan oleh cairan di paru-paru.
  10. Kenaikan tiba-tiba pada berat badan dan pembengkakan (edema), khususnya di wajah dan tangan, sering menyertai preeklampsia. Tapi hal-hal ini juga terjadi di banyak kehamilan normal, sehingga kadang tidak dianggap sebagai tanda-tanda preeklampsia

Hipertensi dan Pre Eklampsia

Hipertensi adalah timbulnya desakan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan diastolik ≥ 90 mmHg, diukur 2x selang 4 jam setelah penderita istirahat.

PRE EKLAMSIA RINGAN

 Sedangkan Pre Eklampsia Ringan adalah sindrom spesifik kehamilan dengan penurunan perfusi pada organ-organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel. 

Kriteria diagnostik pre eklampsia ringan:

  • Desakan darah ≥140/90 mmHg – < 160/110 mmHg
  • Proteinuria +1 atau 300 mg/24 jam jumlah urine

Pre Eklamsia Berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik ³160 mmHg dan tekanan darah diastolic ³ 110 mmHg disertai proteinuria yang diukur secara kualitatif sebesar +2 persisten atau lebih (gr/liter).

Gejala dan tanda:

  • Sistolik ≥ 160 mmHg, diastolik ≥ 90 mmHg
  • Proteinuria : ≥ 5 gr/jumlah urine 24 jam atau +4
  • Oliguria (< 400-500cc/24 jam)
  • Kreatinin serum meningkat
  • Edema paru & cyanosis
  • Nyeri epigastrium & nyeri kuadran atas kanan abdomen
  • Gangguan otak & visus
  • Gangguan fungsi hepar
  • Hemolisis mikroangiopatik
  • Trombositopenia

Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang tonik-klonik disusul dengan koma. Sebagian kecil wanita dengan eklamsia memiliki tekanan darah yang normal/pre-eklamsia ringan.

Komplikasi Hipertensi Dalam Kehamilan

  • Edema serebri hingga Kejang (eklamsia)
  • Perdarahan serebral hingga Koma lama
  • Sindroma HELLP hingga DIC
  • Abruptio placentae hingga Syok hemoragik
  • Edema pulmonum hingga Gagal napas
  • Oligouria, anuria – Kegagalan ginjal akut
  • Edema kapsula glisoni, ruptur hepar – Perdarahan Intra Abdominal
  • Ketidakseimbangan elektrolit
  • Edema sampai perdarahan retina
  • Gangguan penglihatan sampai kebutaan

Tata  Laksana Hipertensi

Pemberian obat antihipertensi direkomendasikan pada preeklampsia dengan hipertensi berat di mana tekanan darah sistolik ≥160 mmHg dan/atau diastolik≥ 110 mmHg. 

Tujuannya adalah untuk mencapai target tekanan darah sistolik <160 mmHg dan diastolik <110 mmHg serta mencegah komplikasi serebrovaskular pada ibu.

Perlu diperhatikan bahwa pemberian obat antihipertensi berpotensi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan janin akibat efek negatif pada perfusi uteroplasenta. 

Oleh karena itu, penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap dan tidak >25% penurunan tekanan arteri rata-rata dalam 1 jam.

Antihipertensi pilihan utama adalah nifedipine short-acting peroral serta hidralazin dan labetalol parenteral.

 Karena hidralazin dan labetalol parenteral tidak tersedia di Indonesia, nitrogliserin dan metildopa sebagai alternatif dapat diberikan.

Pada pasien dengan tekanan darah sistolik ≥170 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg, nifedipine 10–20 mg peroral dapat diberikan dan diulang tiap 30–45 menit sampai dosis maksimal 40 mg. 

Selanjutnya, untuk pemeliharaan dosis, gunakan nifedipine lepas perlahan dengan dosis 20–60 mg, 1–2 kali sehari, dengan dosis maksimal 120 mg/hari. 

Untuk metildopa, dosis yang direkomendasikan adalah 250–750 mg, 2–3 kali sehari, dengan dosis maksimal 2 gram/hari.

Profilaksis Kejang 

Prinsip utama pencegahan kejang (eklampsia) adalah terminasi kehamilan

Magnesium sulfat merupakan obat pilihan utama sebagai profilaksis kejang pada pasien dengan preeklamsia berat. T

Terdapat banyak penelitian yang menunjukkan bahwa magnesium sulfat secara signifikan menurunkan angka kejadian eklampsia pada pasien preeklampsia dengan gejala berat.

Magnesium sulfat lebih dipilih daripada diazepam maupun fenitoin. Namun, fenitoin dan golongan benzodiazepin tetap dapat digunakan sebagai alternatif profilaksis kejang jika terdapat kontraindikasi terhadap magnesium sulfat.

Magnesium sulfat diberikan secara intravena dan dilarutkan dalam cairan salin fisiologis dengan dosis awal (loading dose) 4–6 gram selama 20– 30 menit. Lalu, lanjutkan dengan dosis rumatan 1–2 gram/jam. Durasi pemberian magnesium sulfat dimulai dari sebelum waktu pengiriman sampai dengan 24 jam pascasalin.

Jika tidak ada akses intravena, magnesium sulfat dapat diberikan secara intramuskular dengan dosis awal 5 gram masing-masing pada gluteus kanan dan kiri dan dilanjutkan dengan pemberian 5 gram tiap 4 jam selama 24 jam. 

Pemberian magnesium sulfat sebisa mungkin tidak menunda tindakan persalinan.

Selama pemberian magnesium sulfat, pantau laju pernapasan dan tekanan darah tiap 30 menit, denyut nadi dan produksi urin tiap 1 jam, dan refleks patella setelah dosis inisial dan tiap 2 jam. Pemantauan kadar magnesium tidak dilakukan secara rutin dan hanya menunjukkan jika ada tanda toksisitas, yaitu laju respirasi <10 kali/menit, saturasi oksigen <92%, kelumpuhan otot, dan refleks patela menghilang.

Jika terjadi toksisitas, pemberian magnesium sulfat segera dihentikan.

 Dokter memberi kalsium glukonas 10% secara intravena sebanyak 10 ml dalam 100 ml salin fisiologis selama 10–20 menit.


Comments

Popular posts from this blog

CARA MENGHITUNG STOCK OBAT

Apa Arti IgG dan IgM Tifoid Positif dalam Tes?

GINA asma 2023